Novel
Tenggelamnya Kapal Van der Wijk
Zainuddin—seorang pemuda berdarah campuran (Minang dan Bugis), pergi dari tanah kelahirannya (Makassar) ke Padang Panjang. Hampir setahun ia tinggal di sana dengan hati penuh harapan akan mendapat sambutan bahagia dari keluarganya. Sayang, harapan itu tidak sepenuhnya ia temui. Keluarga besar sang ayah yang tinggal di Kampung Halaman sangat terbatas keterikatannya, sebab mereka menjauh olehnya lantaran istiadat bangsawan yang rupawan. Mereka masih mempunyai adat istiadat bangsawan yang berada benar-benar memisahkannya.
Di tengah perjalanan asmara mereka, Zainuddin justru mengalami penolakan dari pihak keluarga Hayati karena ia kurang menerima adat. Namun meskipun demikian, hubungan cinta mereka tetap berlanjut. Bahkan keduanya mengorbankan segalanya demi kekuatan cinta antara Zainuddin dan Hayati.
Perjuangan batin yang dialami oleh Zainuddin sejalan dengan kondisi masyarakat Minangkabau saat itu. Ia berjuang menghadapi rasa rendah diri dan pandangan miring dari keluarga besar sang ayah. Zainuddin bertekad untuk mengubah nasib, hingga akhirnya ia memperoleh banyak kesuksesan, bahkan karya-karyanya menjadi terkenal di khalayak ramai. Salah satunya adalah Hayati—karya Zainuddin yang mendapatkan apresiasi luar biasa dan menjadi sosok yang cukup terkenal dan kaya raya. Pada saat itu, Hayati kembali hadir dalam hidup Zainuddin, namun Zainuddin mengabaikan hal itu. Padahal Hayati merasa menyesal atas semua tindakan keluarganya terhadap Zainuddin.
Ada dua pesan moral penting pada novel ini: “Apa yang terjadi pada Kapal Van der Wijck akan menjadi kunci jawaban dari pengembaraan cinta Zainuddin dan Hayati.”
| 35642/hd | 813 HAM t | E-Library UNPAS | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain